Kemiskinan tetap menjadi 'momok' bagi negara-negara berkembang hingga saat ini. Begitu juga dengan negeri kita, Indonesia.
Berdasarkan
catatan Badan Pusat Statistik (BPS) medio September 2012, jumlah
penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,69 juta orang. BPS
mengkategorikan orang miskin ini berdasarkan pendapatan per kapita
sebesar Rp250 ribu setiap orang per bulan.
Sementara bagi mereka
yang berpenghasilan Rp370 ribu per bulan, oleh BPS dikategorikan ke
dalam kelompok hampir miskin yang di Indonesia jumlahnya mencapai 70
juta orang.
Mereka ini dikategorikan sebagai penduduk yang hidup
serba kekurangan, baik dalam hal asupan gizi, layanan kesehatan,
pendidikan, perumahan dengan sanitasi dan air bersih, serta
ketrampilan.
Masih banyaknya rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis
kemiskinan, membuktikan bahwa pendekatan yang dilakukan untuk
mengentaskan kemiskinan selama ini masih belum berjalan efektif.
Menilik
hal itu, diperlukan langkah besar bersifat terobosan dan secara
fundamental mengubah nasib rakyat ke arah tingkat kesejahteraan yang
lebih baik. Negara ini memerlukan pendekatan baru yang lebih cerdas
dalam menanggulangi dan mengentaskan kemiskinan.
Cara pendekatan
seperti apa itu? Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh
Indonesia (APKASI) Isran Noor, mencetuskan lima langkah strategis yang
perlu dilakukan untuk mempercepat mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Langkah
pertama yang perlu dilakukan, kata Isran Noor, adalah mendefinisikan
terlebih dahulu kemiskinan secara tepat, agar bisa diketahui sebab
pokoknya baik yang bersifat umum maupun khusus.
Dari kajian
semacam ini, menurut Isran, kita dapat menetapkan
strategi dan pendekatan kebijakan yang tepat, sesuai lingkungan
geografis, budaya dan sumber daya yang tersedia di masing-masing daerah.
Langkah kedua yang dicetuskan Isran Noor adalah, memfokuskan
perhatian pada penciptaan lapangan kerja baru yang secara cepat dapat
menampung sebanyak mungkin tenaga kerja.
Dalam konteks ini Isran
Noor menilai ada enam bidang usaha yang berpotensi untuk dikembangkan
dan layak direalisasikan, yaitu pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan laut dan darat, manufaktur serta pariwisata.
Selanjutnya
adalah mempercepat implementasi birokrasi agar tercipta pelayanan
publik yang prima, efisien, profesional dan produktif. Karena itu,
menurut Isran, manajemen birokrasi, khususnya sistem
pengorganisasian,rekruitmen dan promosi, pealtihan , kinerja dan
penggajiannya, perlu dirubah secara radikal dan fundamental.
Menurut
Isran, kita perlu bergerak cepat untuk menghadirkan birokrasi yang
secara efetif
dan optimal mampu mendukung kebijakan-kebijakan besar, berkenaan dengan
pembangunan infrastruktur yang secara langsung dapat mempercepat
penyediaan lapangan kerja dan menanggulangi kemiskinan.
Langkah
keempat adalah segera mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan
dengan mempercepat peningkatan produksi hasil pertanian, perkebunan,
peternakan, dan perikanan melalui layanan pembimbingan, kemudahan usaha,
akses permodalan dan pemasaran.
Sedangkan langkah kelima, tambah
Isran Noor, adalah menghentikan korupsilewatsisitem manajemen
pengambilan keputusan politik dan administrasi yang sifatnya
terbuka,transparan, dan akuntabel.
Selain itu, diperlukan juga
komitmen semua pihak dalam menegakkan hukum menjamin keamanan dan
ketertiban, sehingga tercipta iklim usaha dan hubungan sosial yang
kondusif.
Lima pokok pikiran Isran Noor ini tentu dapat
dilaksanakan untuk mencapai cita-cita pembangunan nasional menuju
masyarakat adil dan
makmur, jika dilaksanakan oleh orang-orang yang tepat, yang
berintegritas tinggi, berkompeten, dan berkomitmen kuat bagi hadirnya
Indonesia yang lebih baik.
Lalu, adakah sekarang ini sosok calon
pemimpin yang memenuhi syarat-syarat itu, agar pengentasan kemiskinan
bisa segera terwujud di negeri ini? Mungkin, sosok Isran Noor sendiri
dapat mengejawantahkan lima pokok pikirannya itu. why not..?
(kompasiana)
Jumat, 27 September 2013
Membangun Daerah, Membangun Indonesia "Isran Noor"
![]() |
| Bapak Isran Noor, sedang bekerja/Istimewa/Dok.Apkasi |
Sesungguhnya Indonesia diciptakan Tuhan
dengan berbagai banyak kelebihan, layaknya surga. Bentangan gunung, hutan,
sungai dan laut menjadikan negeri ini berlimpah kekayaan alamnya. Manusia yang
tinggal di Indonesia seharusnya tak perlu kekurangan, karena semua yang
dibutuhkan terhampar di persada ini.
Namun, kenyaatan berkata lain. Kehidupan
rakyat Indonesia sebagian besar justru hidup di ambang batas kemiskinan. Malah
mayoritas dari mereka sudah masuk dalam kategori miskin. Fakta ini tentu sangat
ironis. Sebuah negara yang memiliki daratan dan lautan terluas di Asia
Tenggara, justru tak mampu memberikan kesejahteraan bagi penduduknya.
Malah sekadar cukup untuk swasembada
pangan pun saat ini seolah menjadi seperti penantian tak berujung, yang tak
jelas kapan bisa terealisasikan. Ini tentu bukan dosa turunan atau kutukan,
tapi ini mungkin karena ketidak becusan pemimpin negeri mengolah dan
memberdayakan kekayaan alam negeri ini.
Kenapa bisa demikian? Mungkin ini bisa
terjadi, karena pemimpin negeri ini kerap abai terhadap perkembangan daerah,
dan lebih mementingkan pembangunan di kota –kota besar. Padahal, kita tahu, justru
kekayaan alam negeri ini banyak tersebar di daerah.
Untuk membangun dan mengembalikan kembali
kedigjayaan bangsa ini, kita membutuhkan sosok pemimpin yang benar-benar peduli
dengan pembangunan di daerah, serta memahami permasalahan di daerah, sehingga
tak ada lagi perbedaan mencolok antara pusat dan daerah.
Sosok Isran Noor yang kini menjabat sebagai
Bupati di Kutai Timur dan juga Ketua UmumAsosiasi Pemerintah kabupaten Seluruh
Indonesia (APKASI) mungkin cocok untuk tampil menjadi pemimpin di negeri ini.
![]() |
| Senyuman Isran Noor saat Rapat/Istimewa/Apkasi |
Pria kelahiran Sangkuriang, 20 September 1957 ini memiliki visi besar untuk membangun Indonesia dengan menjadi
motor penggerak otonomi daerah.
Otonomi daerah,bagi Isran Noor, bukan cuma
berarti keadilan distributif yang sudah sewajarnya diperoleh seluruh rakyat
Indonesia, tetapi juga merupakan bentuk pembelajaran dan pencerdasan serta
tanggung jawab sebagai bangsa yang besar.
Lebih dari itu,otonomi daerah juga pasti
memacu perkembagan yang terdapat di daerah-daerah dengan tingkat akselarasi
tinggi, dan hal itu akan mendorong distribusi penduduk secara merata sehingga
menjadi chemstry sosial, yang menutup ruang terjadinya disentigrasi bangsa.
Langganan:
Komentar (Atom)

